NEW JURNALIS - Seharusnya semenjak Putusan MK No.97/PUU-XIV/2016 yang telahmenjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubahndengan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap UUD 1945 yang diajukan olehNggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim, yang mengajukanpermohonan uji materi terhadap Pasal 61 ayat 1 dan 2 UU Administrasi Kependudukan,maka agama-agama asli Nusantara sudah harus mendapatkan pengakuan setara dengan agama-agama dari luar Nusantara seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan KongHu Cu.
Tetapi anehnya hingga kini belum ada pengakuan secara legal formal terhadap agama-agama asli Nusantara sebagai sebuah ”Agama”, padahal kata ”Agama”* itu sendiri adalah kosakata asli bahasa Jawa yang artinya : doktrin atau aturan yang suci,himpunan doktrin semacam itu, karya suci (Kamus Bagasa Jawa Kuna Indonesiakarya P.J.Zoetmulder bekerjasama dengan S.O. Robson penerbit PT GramediaPustaka Utama Jakarta halaman 12). Kemudian didalam Kamus Jawa Kuna - Indonesia yang disusun oleh L. Mardiwarsito, Penerbit Nusa Indah - Percetakan Arnoldus , Ende - Flores, tahun 1981 halaman 12 disebutkan arti Agama adalah : 1. Ilmu ; pengetahuan ; 2. Hukum; kitab hukum / (per) undang2 (an) ; 3 (pelajaran) agama. Dan agama-agama asli Nusantara jelas memenuhi definisi tersebut, apalagi jelas kata Agama adalah kosakata bahasa Jawa Kuna.
Sementara didalam kosakata bahasa Arab tidak terdapat kata ”Agama”, yang ada adalah kata ”Diin”, yang secara etimologis artinya adalah : menguasai, tunduk, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Kata Dīn (BahasaIbrani) juga disebutkan sebanyak 24 kali dalam Alkitab Ibrani, yang berarti untuk mengadili,atau –melakukan penghakiman, atau –untuk menghakimi. (Sumber : wikipedia https://id.m.wikipedia.org/wiki/Din )
Sehingga seharusnya, menilik dari asal kosakata agama sendiri yang memang berasal dari bahasa Jawa Kuna, maka yang berhak menyandang sebutan sebagai ”Agama” seharusnya justru adalah agama-agama asli dari Nusantara, tapi anehnya sampai sekarang agama-agama asli Nusantara itu hanya dikategorikan sebagai “aliran kepercayaan”, “budaya”, “adat”, malah agama-agama dunia yang berasal dari luar Nusantara yang disebut sebagai “Agama”.
Sudah saatnya Negara mengakui agama-agama asli Nusantara sebagai “Agama”, setara dengan agama-agama dunia yang berasal dari luar Nusantara. Dan kita semua para penganut agama-agama asli Nusantara harus memperjuangkannya.
No comments:
Post a Comment